Palopo, Sulsel – Libas news.co.id-
Tim Advokat Yayasan Bantuan Hukum Wija Luwu yang juga tergabung dalam Kantor Hukum Saiful Ramang Andi Ato’ & Partner mengajukan Praperadilan atas penetapan Tersangka dan penangkapan seorang remaja asal kota Palopo yang dilakukan Badan Narkotika Nasional Propinsi Sulawesi Selatan dengan persangkaan terlibat tindak pidana Peredaran Gelap Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 Ayat (2) Subs Pasal 112 Ayat (2) Jo Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Tim Kuasa Hukum Pemohon meyakini bahwa penetapan tersangka dan penangkapan, hingga penggeledahan rumah keluarga Pemohon sarat dengan nuansa penjebakan dengan metode pembelian terselubung, “atau setidaknya Transaksi yang dilakukan dibawah kendali Penyidik BNNP Sulawesi Selatan yang saat ini berposisi sebagai Termohon.” ungkap Akbar, S.H., salah satu Tim Kuasa Hukum Pemohon usai mengikuti sidang Perdana Praperadilan.
Kuasa Hukum Pemohon yang beranggotakan lima orang Advokat Muda tanah Luwu ini yakin bahwa proses penangkapan Pemohon adalah Penjebakan yang biasa dikenal dengan istilah Undercover Buy (transaksi pembelian terselubung) atau setidaknya Control Delivery (pengiriman / transaksi dibawah kendali).
Akbar, S.H., yang saat ini menjabat sebagai Direktur Yayasan Bantuan Hukum Wija Luwu menambahkan, salah satu indikasi jika penangkapan tersebut merupakan “jebakan”, karena orang yang membawa dan menyerahkan barang kepada Pemohon tidak ditangkap, padahal saat dilakukan penangkapan, si pemberi barang juga ada ditempat penangkapan.
“Anehnya, si pemberi barang tidak ditangkap, sedangkan pemohon yang pada dasarnya hanya diminta menjemput dan mengantar barang justru ditangkap dan langsung dibawa pergi. Ini kan sangat aneh,” ungkap Akbar heran.
Selain itu, indikasi kuatnya dugaan penjebakan sangat nampak di mana sebelum Pemohon tiba dilokasi, sejumlah oknum yang melakukan penangkapan sudah bersiaga ditempat penangkapan.
Ini pun telah terkonfirmasi dengan sejumlah saksi mata, lanjut Akbar memaparkan.
Dengan tidak ditangkapnya si Pemberi barang kian memperkuat dugaan bahwa si pembawa barang merupakan agen yang sebelumnya telah diatur oleh Tim Penangkap.
“Ini jelas menunjukkan bahwa transaksi dilakukan dibawa kendali Tim Penangkap atau yang dikenal dengan istilah Control Delivery, dimana dalam perkara ini Tim Penangkap jadi Termohon,” imbuhnya.
Dalam Gugatan Praperadilan yang diajukan, Tim Kuasa Hukum Pemohon mengajukan beberapa alasan, diantaranya, Pemohon ditetapan sebagai tersangka, padahal tidak pernah menjalani proses pemeriksaan pemeriksaan sebagai calon tersangka, serta tidak adanya penyelidikan atas diri pemohon, namun tiba-tiba Termohon menetapkannya sebagai tersangka, yang berakhir dengan penangkapan.
Selain itu, Tim Kuasa Hukum pemohon dalam gugatannya juga menyoal tentang penggeledahan yang dilakukan BNNP Sulawesi Selatan selaku Termohon dirumah keluarga Pemohon, karena dinilai tidak sesuai aturan hukum yang berlaku.
“Ini bukan hanya bentuk kesewenang-wenangan, tapi juga bentuk pelanggaran hukum yang nyata, yang justru dilakukan oleh aparat penegak hukum,” Sambung Baihaki, S. H., yang juga tergabung dalam Penasihat Hukum Pemohon.
Lebih lanjut Baihaki menjelaskan, alasan lain permohonan Praperadilan yang mereka ajukan yakni upaya penyidikan yang terus menerus dilakukan Termohon, padahal Pemohon telah ditetapkan sebagai tersangka.
Upaya penyidikan secar “terus menerus” yang dilakukan Termohon selaku penyidik tersebut kian memperkuat dugaan Tim Penasihat Hukum pemohon jika pada dasarnya penetapan tersangka atas klien mereka tidak didasari atas bukti permulaan yang cukup sebagaimana yang disyaratkan dalam KUHAP, yang kemudian diperkuat dengan Putusan Mahkamah Konstitusi tentang standar alat bukti yang cukup sebelum menetapkan seseorang menjadi tersangka.
“Berdasarkan atas keyakinan itu pula, maka kami dari Tim Penasihat Hukum pemohon pun menyampaikan dalam gugatan bahwa sesungguhnya Termohon belum memiliki alat bukti yang cukup sebelum menetapkan pemohon sebagai tersangka,” sambung Chandra Makkawaru, S.H.
Selain itu, Tim Penasihat Hukum pemohon dalam gugatannya juga menyebutkan bahwa selama menjalani proses hukum pasca penangkapan, Pemohon tidak pernah didampingi Penasihat Hukum. Padahal, pasal yang dipersangkakan atas diri Pemohon diancam dengan hukuman mati.
“Ini benar-benar sebuah kedzaliman yang sangat nyata,” ungkap Chandra geram.
Lebih jauh Chandra menjelaskan, pendampingan Hukum atas seseorang yang disangka telah melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman mati, atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih, atau bagi mereka yang tidak mampu dan diancam dengan hukuman lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai Penasihat Hukum sendiri, maka pejabat yang bersangkutan disetiap tingkat pemeriksaan wajib menunjuk Penasihat Hukum bagi mereka.
“Dan akibat Hukum apabila hal itu tidak dilakukan, maka proses penyidikan harus dinyatakan ilegal atau tidak sah karena melanggar ketentuan hukum, khususnya Pasal 56 ayat 1 KUHAP, ” terang Chandra.
Selain itu, “pelanggaran atas penerapan Pasal 56 ayat 1 juga telah dalam proses pemeriksaan juga telah diperkuat dengan putusan Mahkamah Agung Nomor 1565K/Pid/1991 yang pada pokoknya menyatakan bahwa apabila penyidik tidak menunjuk Penasihat Hukum maka tuntutan Penuntut umum tidak dapat diterima, sekali pun dalam sidang peradilan tersangka didampingi Penasihat Hukum.” jelas Chandra.
Atas sejumlah dalil yang telah disampaikan, Tim Penasihat Hukum pemohon berharap Hakim pengadilan negeri palopo yang mengadili perkara tersebut dapat mengabulkan permohonan mereka, dengan menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap klien mereka tidak sah, serta membebaskannya dari tahanan dan memulihkan harkat dan martabatnya.
Dari pantauan awak media ini di Pengadilan Negeri Palopo senin, 1/4/2024, pihak BNNP Sulawesi Selatan selaku termohon tidak hadir, sehingga majelis hakim menunda sidang hingga tanggal 22/4/2024.(R1).