
Malili_Lutim, Libasnews.co.id-
Proyek pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) di desa Puncak Indah kecamatan Malili kabupaten Luwu Timur yang tidak mengantongi izin lingkungan namun telah dibangun, terus menuai sorotan.
Setelah menjadi terlapor dalam pembangunan IPLT tanpa izin lingkungan, kini legalitas kontrak kerja CV. Mulia Jaya Persada untuk proyek pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) di kabupaten Luwu Timur, dengan Nomor Kontrak : HK.01.02/Cd29.5.2/2020/05, pun kini disoal.
Bang Mus, panggilan akrab sekjend LPPM Indonesia, selaku pelapor dalam dugaan pelanggaran undang-undang lingkungan hidup dalam pembangunan IPLT Luwu Timur ini memaparkan, salah satu persyaratan administrasi pelengkap yang wajib disertakan dalam dokumen sebelum surat perintah kerja (SPK) diterbitkan adalah izin lingkungan.
“Entah itu Amdal, UKL/UPL, atau sejenisnya,” terang Bang Mus.
Sedang dalam kasus ini, pihak kontraktor sudah melaksanakan pembangunan, namun tidak mengantongi izin lingkungan.
Ini berarti, SPK untuk proyek pembangunan IPLT tersebut sudah cacat hukum, tambahnya.
“Itupun jika proyek ini sudah terbit spk-nya,” singgungnya.
Dirinya yakin, dalam kasus proyek pembangunan IPLT di Luwu Timur ini, pihak kontraktor pelaksana tidak akan bisa lolos dari jeratan hukum.
Selain indikasi penyalahgunaan anggaran berupa biaya proses pengurusan izin lingkungan, legalitas SPK kontraktor pelaksana juga cacat hukum, karena salah satu kelengkapan berkas tidak terpenuhi.
Jika demikian, maka perusahaan yang saat ini menjadi pelaksana harus didiskualifikasi.
Tak hanya itu, perusahaan yang saat ini menjadi pelaksana pembangunan IPLT dikabupaten Luwu Timur yang rencananya akan menghabiskan anggaran keuangan negara hingga 4 (Empat) milyar lebih ini, sudah patut dikeluarkan sebagai peserta tender, lanjut Bang Mus.
Jika kita melihat secara keseluruhan dugaan pelanggaran yang terjadi dalam proyek pembangunan IPLT tanpa izin lingkungan ini, maka setidaknya akan kita temukan beberapa indikasi pelanggaran fatal, terangnya.
Untuk itu, dirinya meminta semua pihak terkait, mulai dari Dinas PUPR, DLH, hingga aparat penegak hukum untuk mengkaji lebih jauh berbagai dugaan pelanggaran dalam pelaksanaan pembangunan proyek IPLT ini.
Selain itu, dirinya selaku perwakilan LPPM Indonesia yang menjadi lembaga pelapor dalam kasus ini, akan kembali membuat laporan ke berbagai lembaga dan kementerian terkait agar SPK proyek tersebut dibatalkan, dan mencabut nama perusahaan tersebut dari peserta tender, mulai dari tingkat pusat hingga kedaerah. (Ek/R1).